Kamis, 05 Agustus 2010

Abdul Qodir Al-Jaelani

Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Tetapi, buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.

Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do'a mereka. Berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.

Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari'atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo'a kepada selainNya. Allah berfirman, yang artinya:

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. (QS. Al Jin:18)

Kelahirannya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang 'alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.

Pendidikanya
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra' dan juga Abu Sa'ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.

Pemahamannya
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, "thariqah" yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.

Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, "Dia (Allah) di arah atas, berada di atas 'ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. "Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, "Sepantasnya menetapkan sifat istiwa' (Allah berada di atas 'ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain). Dan hal itu merupakan istiwa' dzat Allah di atas 'Arsy.

Dakwahnya
Suatu ketika Abu Sa'ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.

Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.

Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi'ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.

Pendapat Ulama
Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."

Ibnu Rajab di antaranya mengatakan, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri' Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya). Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak terbatas. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja'far al Adfawi telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini."

Ibnu Rajab juga berkata, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. "

Imam Adz Dzahabi mengatakan, "intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau." (Syiar XX/451).

Imam Adz Dzahabi juga berkata, "Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi."

Syaikh Rabi' bin Hadi Al Makhdali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil, hal.136, "Aku telah mendapatkan aqidah beliau (Syaikh Abdul Qadir Al Jailani) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. Maka aku mengetahui dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.

Sumber : http://www.al-madina.s5.com/Kisah.htm
Majalah As-Sunnah edisi 07/VI/1423H-2002M

Baca Selengkapnya »»

Karomah Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani

Jumlah karomah yang dimiliki oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani banyak sekali:
Syaikh Abil AbbasAhmad ibn Muhammadd ibn Ahmad al-Urasyi al-Jily:
Pada suatu hari, aku telah menghadiri majlis asy-Sayikh Abdul Qodir al-Jilani berserta murid-muridnya yang lain. Tiba-tiba, muncul seekor ular besar di pangkuan asy-Syaikh. Maka orang ramai yang hadir di majelis itu pun berlari tunggang langgang, ketakutan. Tetapi asy-Syaikh al-Jaelani hanya duduk dengan tenang saja. Kemudian ular itu pun masuk ke dalam baju asy-Syaikh dan telah merayap-rayap di badannya. Setelah itu, ular itu telah naik pula ke lehernya. Namun, asy-Syaikh masih tetap tenang dan tidak berubah keadaan duduknya.

Setelah beberapa waktu berlalu,

turunlah ular itu dari badan asy-Syaikh dan ia telah seperti bicara dengan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani . Setelah itu, ular itu pun ghaib.

Kami pun bertanya kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani tentang apa yang telah dipertuturkan oleh ular itu. Menurut beliau ular itu telah berkata bahwa dia telah menguji wali-wali Allah yang lain, tetapi dia tidak pernah bertemu dengan seorang pun yang setenang dan sehebat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani .

Pada suatu hari, ketika asy-Syaikh sedang mengajar murid-muridnya di dalam sebuah majlis, seekor burung telah terbang di udara di atas majlis itu sambil mengeluarkan satu bunyi yang telah mengganggu majlis itu. Maka asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun berkata, “Wahai angin, ambil kepala burung itu.” Seketika itu juga, burung itu telah jatuh ke atas majlis itu, dalam keadaan kepalanya telah terputus dari badannya.

Setelah melihat keadaan burung itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun turun dari kursi tingginya dan mengambil badan burung itu, lalu disambungkan kepala burung itu ke badannya. Kemudian asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah berkata, “Bismillaahirrahmaanirrahim.” Dengan serta-merta burung itu telah hidup kembali dan terus terbang dari tangan asy-Syaikh.
Maka takjublah para hadirin di majlis itu karena melihat kebesaran Allah yang telah ditunjukkanNya melalui tangan asy-Syaikh.

Telah diceritakan di dalam sebuah riwayat:
Pada suatu hari, di dalam tahun 537 Hijrah, seorang lelaki dari kota Baghdad (dikatakan oleh sesetengah perawi bahawa lelaki itu bernama Abu Sa‘id ‘Abdullah ibn Ahmad ibn ‘Ali ibn Muhammad al-Baghdadi) telah datang bertemu dengan asy-Syaikh Jilani, berkata, bahwa dia mempunyai seorang anak dara cantik berumur enam belas tahun bernama Fatimah. Anak daranya itu telah diculik (diterbangkan) dari atas anjung rumahnya oleh seorang jin.
Maka asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun menyuruh lelaki itu pergi pada malam hari itu, ke suatu tempat bekas rumah roboh, di satu kawasan lama di kota Baghdad bernama al-Karkh.

“Carilah bonggol yang kelima, dan duduklah di situ. Kemudian, gariskan satu bulatan sekelilingmu di atas tanah. Kala engkau membuat garisan, ucapkanlah “Bismillah, dan di atas niat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani ” Apabila malam telah gelap, engkau akan didatangi oleh beberapa kumpulan jin, dengan berbagai-bagai rupa dan bentuk. Janganlah engkau takut. Apabila waktu hampir terbit fajar, akan datang pula raja jin dengan segala angkatannya yang besar. Dia akan bertanya hajatmu. Katakan kepadanya yang aku telah menyuruh engkau datang bertemu dengannya. Kemudian ceritakanlah kepadanya tentang kejadian yang telah menimpa anak perempuanmu itu.”

Lelaki itu pun pergi ke tempat itu dan melaksanakan arahan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani itu. Beberapa waktu kemudian, datanglah jin-jin yang cuba menakut-nakutkan lelaki itu, tetapi jin-jin itu tidak berkuasa untuk melintasi garis bulatan itu. Jin-jin itu telah datang bergilir-gilir, yakni satu kumpulan selepas satu kumpulan. Dan akhirnya, datanglah raja jin yang sedang menunggang seekor kuda dan telah disertai oleh satu angkatan yang besar dan hebat rupanya.

Raja jin itu telah memberhentikan kudanya di luar garis bulatan itu dan telah bertanya kepada lelaki itu, “Wahai manusia, apakah hajatmu?”
Lelaki itu telah menjawab, “Aku telah disuruh oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani untuk bertemu denganmu.”

Begitu mendengar nama asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani diucapkan oleh lelaki itu, raja jin itu telah turun dari kudanya dan terus mengucup bumi. Kemudian raja jin itu telah duduk di atas bumi, disertai dengan seluruh anggota rombongannya. Sesudah itu, raja jin itu telah bertanyakan masalah lelaki itu. Lelaki itu pun menceritakan kisah anak daranya yang telah diculik oleh seorang jin. Setelah mendengar cerita lelaki itu, raja jin itu pun memerintahkan agar dicari si jin yang bersalah itu. Beberapa waktu kemudian, telah dibawa ke hadapan raja jin itu, seorang jin lelaki dari negara Cina bersama-sama dengan anak dara manusia yang telah diculiknya.

Raja jin itu telah bertanya, “Kenapakah engkau sambar anak dara manusia ini? Tidakkah engkau tahu yang dia ini berada di bawah naungan al-Quthb ?”
Jin lelaki dari negara Cina itu telah mengatakan yang dia telah jatuh berahi dengan anak dara manusia itu. Raja jin itu pula telah memerintahkan agar dipulangkan perawan itu kepada bapanya, dan jin dari negara Cina itu pula telah dikenakan hukuman pancung kepala.
Lelaki itu pun mengatakan rasa takjubnya dengan segala perbuatan raja jin itu, yang sangat patuh kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani.

Raja jin itu berkata pula, “Sudah tentu, karena asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani boleh melihat dari rumahnya semua kelakuan jin-jin yang jahat. Dan mereka semua sedang berada di sejauh-jauh tempat di atas bumi, karena telah lari dari sebab kehebatannya. Allah Ta’ala telah menjadikan asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani bukan saja al-Qutb bagi umat manusia, bahkan juga ke atas seluruh bangsa jin.”

Telah bercerita asy-Syaikh Abi ‘Umar ‘Uthman dan asy-Syaikh Abu Muhammad ‘Abdul Haqq al-Huraimy:
Pada 3 hari bulan Safar, kami berada di sisi asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani Pada waktu itu, asy-Syaikh sedang mengambil wudu dan memakai sepasang terompah. Setelah selesai menunaikan solat dua rakaat, dia telah bertempik dengan tiba-tiba, dan telah melemparkan salah satu dari terompah-terompah itu dengan sekuat tenaga sampai tak nampak lagi oleh mata. Selepas itu, dia telah bertempik sekali lagi, lalu melemparkan terompah yang satu lagi. Kami yang berada di situ, telah melihat dengan ketakjubannya, tetapi tidak ada seorang pun yang telah berani menanyakan maksud semua itu.

Dua puluh tiga hari kemudian, sebuah kafilah telah datang untuk menziarahi asy-Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilany. Mereka (yakni para anggota kafilah itu) telah membawa hadiah-hadiah untuknya, termasuk baju, emas dan perak. Dan yang anehnya, termasuk juga sepasang terompah. Apabila kami amat-amati, kami lihat terompah-terompah itu adalah terompah-terompah yang pernah dipakai oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pada satu masa dahulu. Kami pun bertanya kepada ahli-ahli kafilah itu, dari manakah datangnya sepasang terompah itu. Inilah cerita mereka:
Pada 3 haribulan Safar yang lalu, ketika kami sedang di dalam satu perjalanan, kami telah diserang oleh satu kumpulan perompak. Mereka telah merampas kesemua barang-barang kami dan telah membawa barang-barang yang mereka rampas itu ke satu lembah untuk dibagi-bagikan di antara mereka.

Kami pun berbincang sesama sendiri dan telah mencapai satu keputusan. Kami lalu menyeru asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani agar menolong kami. Kami juga telah bernazar apabila kami sudah selamat, kami akan memberinya beberapa hadiah.

Tiba-tiba, kami terdengar satu jeritan yang amat kuat, sehingga menggegarkan lembah itu dan kami lihat di udara ada satu benda yang sedang melayang dengan sangat laju sekali. Beberapa waktu kemudian, terdengar satu lagi bunyi yang sama dan kami lihat satu lagi benda seumpama tadi yang sedang melayang ke arah yang sama.

Selepas itu, kami telah melihat perompak-perompak itu berlari lintang-pukang dari tempat mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan itu dan telah meminta kami mengambil balik harta kami, karena mereka telah ditimpa satu kecelakaan. Kami pun pergi ke tempat itu. Kami lihat kedua orang pemimpin perompak itu telah mati. Di sisi mereka pula, ada sepasang terompah. Inilah terompah-terompah itu.

Telah bercerita asy-Syaikh Abduh Hamad ibn Hammam:
Pada mulanya aku memang tidak suka kepada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Walaupun aku merupakan seorang saudagar yang paling kaya di kota Baghdad waktu itu, aku tidak pernah merasa tenteram ataupun berpuas hati.
Pada suatu hari, aku telah pergi menunaikan solat Jum’at. Ketika itu, aku tidak mempercayai tentang cerita-cerita karomah yang dikaitkan pada asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Sesampainya aku di masjid itu, aku dapati beliau telah ramai dengan jamaah. Aku mencari tempat yang tidak terlalu ramai, dan kudapati betul-betul di hadapan mimbar.

Di kala itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani baru saja mulai untuk khutbah Jumaat. Ada beberapa perkara yang disentuh oleh asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani yang telah menyinggung perasaanku. Tiba-tiba, aku terasa hendak buang air besar. Untuk keluar dari masjid itu memang sukar dan agak mustahil. Dan aku dihantui perasaan gelisah dan malu, takut-takut aku buang air besar di sana di depan orang banyak. Dan kemarahanku terhadap asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun bertambah dan memuncak.

Pada saat itu, asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani telah turun dari atas mimbar itu dan telah berdiri di hadapanku. Sambil beliau terus memberikan khutbah, beliau telah menutup tubuhku dengan jubahnya. Tiba-tiba aku sedang berada di satu tempat yang lain, yakni di satu lembah hijau yang sangat indah. Aku lihat sebuah anak sungai sedang mengalir perlahan di situ dan keadaan sekelilingnya sunyi sepi, tanpa kehadiran seorang manusia.
Aku pergi membuang air besar. Setelah selesai, aku mengambil wudlu. Apabila aku sedang berniat untuk pergi bersolat, dan tiba-tiba diriku telah berada ditempat semula di bawah jubah asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Dia telah mengangkat jubahnya dan menaiki kembali tangga mimbar itu.
Aku sungguh-sungguh merasa terkejut. Bukan karena perutku sudah merasa lega, tetapi juga keadaan hatiku. Segala perasaan marah, ketidakpuasan hati, dan perasaan-perasaan jahat yang lain, semuanya telah hilang.

Selepas sembahyang Jum’at berakhir, aku pun pulang ke rumah. Di dalam perjalanan, aku menyadari bahwa kunci rumahku telah hilang. Dan aku kembali ke masjid untuk mencarinya. Begitu lama aku mencari, tetapi tidak aku temukan, terpaksa aku menyuruh tukang kunci untuk membuat kunci yang baru.

Pada keesokan harinya, aku telah meninggalkan Baghdad dengan rombonganku karena urusan perniagaan. Tiga hari kemudian, kami telah melewati satu lembah yang sangat indah. Seolah-olah ada satu kuasa ajaib yang telah menarikku untuk pergi ke sebuah anak sungai. Barulah aku teringat bahwa aku pernah pergi ke sana untuk buang air besar, beberapa hari sebelum itu. Aku mandi di anak sungai itu. Ketika aku sedang mengambil jubahku, aku telah temukan kembali kunciku, yang rupa-rupanya telah tertinggal dan telah tersangkut pada sebatang dahan di situ.
Setelah aku sampai di Baghdad, aku menemui asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani dan menjadi anak muridnya.


Sumber : http://kisahimani.blogspot.com/search/label/Wali%20Qutub

Baca Selengkapnya »»

Sosok Abdul Qodir Al Jaelani

Assalamu 'alaikum
Siapakah Syekh Abdul Qodir Jaelani? Dan mengapakah begitu diagungkan oleh sebagian saudara kita?

Budi Suci

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Syekh Abdur Qadir Jilany adalah adalah imam yang zuhud dari kalangan sufi. Nama lengkap beliau adalah Abdul Qadir bin Abi Sholih Abdulloh bin Janki Duwast bin Abi Abdillah bin Yahya bin Muhammad bin Daud bin Musa bin Abdillah bin Musa al-Hauzy bin Abdulloh al-mahdh bin Al-Hasan al-mutsanna bin al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailani dinisbahkan ke sebuah tempat di dekat thobristan yaitu Jiil, atau Jilan atau Kilan

Beliau lahir tahun 471 H di Jiilan dan Kemudian di masa mudanya beliau

pergi ke Baghdad dan belajar dari al-Qadhy Abi Sa’d al-Mukhorromy. Beliau pun banyak meriwayatkan hadits dari sejumlah ulama pada masa itu di antaranya; Abu Gholib al-Baqillany dan Abu Muhammad Ja’far as-Sirraj.

Syekh ‘Izuddin bin Abdissalam mengatakan: Tidak ada seorangpun yang karamahnya diriwayatkan secara mutawatir kecuali Syekh Abdul Qadir Jiilany. Syekh Nuruddin asy-Syathonufy al-Muqry mengarang sebuah buku yang menjelaskan tentang sirah dan karamah beliau dalam 3 jilid, dalam buku tersebut dikumpulkan semua berita yang berkaitan dengan syekh baik itu berita yang benar, palsu maupun hanya cerita rekaan.

Di antara cerita yang terdapat dalam buku tersebut adalah sebuah kisah yang diriwayatkan dari Musa bin Syekh Abdul Qadir al-Jilany ia berkata: Aku mendengar ayahku bercerita: Pada suatu waktu, ketika aku sedang berada dalam perjalanan di sebuah gurun. Berhari-hari lamanya aku tidak menemukan air, dan aku sangat kehausan. Tiba-tiba ada awan yang melindungiku dan turun darinya setetes air kemudian aku meminumnya dan hilang rasa dahagaku, kemudian aku melihat cahaya terang benderang, tiba-tiba ada suara memanggilku, Wahai Abdul Qodir, Aku Rabbmu dan Aku telah halalkan segala yang haram kepadamu. Maka Abdul Qodir berkata: Pergilah wahai engkau Syetan terkutuk. Tiba-tiba berubah menjadi gelap dan berasap, kemudian ada suara yang mengucapkan: Wahai Abdul Qodir, engkau telah selamat dariku dengan amalmu dan fiqihmu. Demikian sedikit kisah tentang Abdul Qodir.

Syekh Abdul Qadir memiliki 49 orang anak, 27 di antaranya adalah laki-laki. Beliaulah yang mendirikan tariqat al-Qadiriyah. Di antara tulisan beliau antara lain kitab Al-Fathu Ar-Rabbani, Al-Ghunyah li Thalibi Thariq Al-Haq dan Futuh Al-Ghaib. Beliau wafat pada tanggal 10 Rabi?ul Akhir tahun 561 H bertepatan dengan 1166 M pada saat usia beliau 90 tahun.

Adapun penyebab kenapa begitu banyak orang di zaman sekarang yang mengagungkan beliau, adalah karena beliau termasuk orang yang sholih dan banyak karomahnya. Hanya saja kebanyakan dari mereka bersikap berlebih-lebihan dalam hal tersebut dan menempatkan beliau di atas derajat para Nabi. Tentunya hal tersebut adalah perbuatan yang dilarang.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber Sosok Abdul Qodir Jaelani : www.assunnah.or.id

Baca Selengkapnya »»